Cara Untuk Meraih Akhlak Mulia Bagian 3 - Aktualisasi Akhlak Muslim (Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary, M.A.)
Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary
Kajian oleh: Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary, M.A.
Download kajian sebelumnya: “Cara Untuk Meraih Akhlak Mulia Bagian 2 – Aktualisasi Akhlak Muslim“.
Ringkasan Kajian: Cara Untuk Meraih Akhlak Mulia Bagian 3
Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu merupakan salah satu cara untuk meraih akhlak mulia. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan, “kesantunan dapat diraih dengan melatih diri untuk santun sebagaimana ilmu dapat diraih dengan menuntutnya dan mempelajarinya.”
Maka demikian halnya dengan akhlak mulia ini seorang muslim perlu latihan untuk meraihnya. Dan salah satunya adalah menempuh jalan menuntut ilmu. Menuntut ilmu adalah salah satu kewajiban seorang muslim, namun selain mendapatkan ilmu seorang muslim juga akan mendapatkan adab.
Dahulu pada masa Imam Ahmad sedikit dari mereka yang hadir di majelis Imam Ahmad yang mendengarkan ilmu. Kebanyakan mereka datang untuk melihat dan mendapat manfaat dari adab dan manfaat akhlak Imam Ahmad Ibnu Hambal. Maka ilmu adalah salah satu jalan untuk meraih akhlak yang mulia. Ibnu Hazm Al Andalusi Rahimahullah mengatakan, manfaat ilmu sangat besar, ilmu mengajarkan sifat-sifat yang mulia sehingga orang yang mempelajarinya akan menanamkan sifat-sifat itu pada dirinya. Ilmu juga mengajarkan apa saja hal yang buruk sehingga orang-orang dapat menjauhinya dan apa-apa yang baik hingga manusia dapat melakukannya. Ilmu membuat seseorang mengetahui mana perbuatan yang mendatangkan pujian sehingga seseorang termotivasi gemar melakukan perbuatan itu dan ilmu membuat seseorang mengetahui mana perbuatan yang dapat mendatangkan celaan sehingga seseorang dapat menjauhinya. Ilmu berperan besar dalam meraih kemuliaan sebagaimana kejahilan berperan besar menjerumuskan seseorang kedalam keburukan-keburukan. Oleh sebab itu dengan ilmu, para Nabi dan para Rasul mendapatkan kedudukan yang mulia dan utama. Karena mereka mendapatkan ilmu tersebut langsung dari Allah melalui wahyu dan bukan mempelajarinya dari manusia yang lain.
Akhlak mulia tergolong dalam lingkup amal ibadah. Ketika seseorang menghiasi dirinya dengan akhlak mulia maka itu termasuk ibadah. Sebagaimana ibadah yang lain yang selalu diatur dengan fiqih. Namanya adalah fiqih ibadah. Akhlak pun demikian, ada fiqih akhlak. Ada sejumlah aturan-aturan dan rambu-rambu yang wajib dipahami agar seseorang tidak salah dalam menerapkan akhlak mulia didalam dirinya.
Tanpa memahami fiqih akhlak tersebut, mungkin seseorang beranggapan telah berakhlak baik. Padahal sejatinya dia belum melakukannya atau bahkan sebaliknya dia telah melakukan suatu keburukan atau akhlak yang buruk di dalam dirinya. Syeikh Mustafa Al Adawi menjelaskan, “di dalam akhlak terdapat fiqih, ada aturan. Seperti halnya di dalam ibadah, di dalam keberanian juga ada aturannya. Rasa malu juga ada aturannya, di dalam kemurahan hati juga terdapat aturan. Semua akhlak terdapat aturan yang disebut sebagai fiqih akhlak.”
Terkadang seseorang berpikir dirinya pemberani, padahal sejatinya dia hanya orang yang nekat dan mengawur. Hingga beda tipis antara pemberani dan nekat. Disinilah diperlukannya fiqih. Sehingga seseorang dapat membedakan manakah yang namanya berani dan nekat. Ada orang yang merasa telah jujur dalam ucapan dan selalu berbicara benar padahal sejatinya dia suka menebar isu dan mengadu domba.
Mungkin berita yang disampaikan itu benar, akan tetapi kebenaran itu tidak pada tempatnya. Seseorang menyebarkan fitnah ataupun ghibah terhadap saudaranya. Pada perkara ini orang yang tidak mengetahui fiqih di dalam ucapannya, maka seseorang tidak akan dapat membedakan mana jujur yang bermanfaat dan mana jujur yang justru disana dia mendapatkan mudhorot.
Misalnya seseorang yang menasehati orang lain dihadapan orang banyak. Mungkin yang di nasihatkan itu benar, akan tetapi momentum yang salah dapat menjadikan kebenaran yang disampaikan menjadi tidak berarti.
Ada juga orang yang terlalu lembut dan terlalu merendah padahal sejatinya dia adalah sosok yang kalah, lemah dan tidak berdaya. Bersikap keras dalam kondisi ketika dibutuhkannya kelembutan termasuk sembrono dan kasar. Sebaliknya bersikap lembut dalam kondisi ketika dibutuhkan suatu ketegasan maka ini termasuk wujud kelemahan. Maka semua ada fiqih dan ada aturannya. Harus ada keseimbangan di dalam melakukan akhlak-akhlak. Tanpa ilmu kedermawanan seseorang bisa sampai pada sikap boros.
Simak Penjelasan Lengkap dan Download MP3 Kajian: Cara Untuk Meraih Akhlak Mulia Bagian 3
[do_widget id=blog_subscription-2]
Mari turut bagikan hasil rekaman ataupun link kajian yang bermanfaat ini, melalui jejaring sosial Facebook, Twitter, dan Google+ yang Anda miliki, agar orang lain bisa turut mengambil manfaatnya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas kebaikan Anda.